Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari, ketika Sayyidina Zaid bin Haritsah ra (salah seorang budak) ditawarkan kepadanya kebebasan untuk kembali kepada ayahnya atau tetap bersama Rasul. “Kupilihkan padamu,” kata Rasul, “bebas jadi orang merdeka kembali pada ayahmu atau tetap bersamaku?” Maka berkata Sayyidina Zaid bin Haritsah ra: “Wahai Rasulullah, aku tidak memilih orang lain selainmu. Jangan berkata silahkan pilih. Tidak akan kupilih orang lain selainmu ya Rasulullah.” Demikian indahnya cinta Sayyidina Zaid bin Haritsah ra kepada Sayyidina Muhammad saw, dan ia bukan seorang sahabat besar dari Khulafaur Rasyidin. Bagaimana lagi cinta para Khulafaur-Rasyidin kepada Nabi?
Sayyidina Abdullah bin Umar, ketika Rasul saw telah wafat, ia sedang duduk di Masjid Nabawi, maka terlihat seorang pemuda masuk ke Masjid terburu-buru. Dalam keadaan selesai berwudhu, masuk ke dalam shaf shalat berjamaah. Berkata Sayyidina Abdullah bin Umar ra: “Anak seperti ini, kalau dilihat oleh Rasulullah saw, pasti dicintai oleh Rasul.” Kenapa? Pemuda yang mencintai sunnah Nabi Muhammad saw. Pemuda yang berwudhu terburu-buru itu ingin hadir dalam shalat berjamaah.
Sampailah kita 14 abad setelah wafatnya Rasulullah saw. Namun tidak bisa memutus cinta kita kepada Nabi Muhammad saw. Empat belas abad jarak antara kita dengan Rasulullah saw. Kita tidak bisa terputus oleh jarak sepanjang itu. Kita tetap mencintai Nabi Muhammad saw. Kita tidak melihat Rasul, tidak berkumpul dengan Rasul, tidak mendengar suara Rasul. Tetapi kita mencintai Nabi Muhammad saw. Inilah yang paling menggembirakan hati Sang Nabi. Tidak ada yang lebih menggembirakan beliau daripada para pemuda yang mengikuti sunnah beliau saw.
Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari ketika Rasul saw berkhutbah di akhir majelis sebelum beliau wafat. Beliau keluar mengenakan pengikat kepalanya, menunjukkan sakit kepalanya yang demikian dahsyat. Beliau keluar menuju majelis dan duduk di atas mimbar menyampaikan ucapan, “Sungguh manusia muslimin akan semakin banyak, tetapi yang mendukung semakin sedikit. Bagaikan butiran-butiran garam di dalam suatu makanan, sedikit saja. Barang siapa yang dipimpin oleh seorang muslim, dan ia melihat ada suatu mudharat yang diperbuat oleh pemimpinnya, tetapi membawa manfaat bagi kelompok muslimin lainnya, maka terimalah perbuatan baiknya dan maafkan kesalahannya.” Hadits ini riwayat Shahih Bukhari. Pahamlah kita bahwa Rasulullah saw melarang pengingkaran terhadap pemimpin selama ia beragama Islam. Rasul saw memilihkan kepada kita pembenahan ummat dari bawah, bukan dengan penghancuran dari atas dengan kekerasan. Inilah wasiat Nabi saw.
Berkata Imam Bukhari ra bahwa setelah Rasul saw mengucapkan ini, beliau saw masuk rumahnya. Itulah majelis yang terakhir dihadiri oleh Nabi Muhammad saw. Wasiat beliau saw, bila muncul kelak orang-orang muslim yang memimpin pada kalian terlihat hal yang mudharat pada perbuatan mereka pada sebagian muslimin dan masih membawa manfaat bagi sebagian muslimin lainnya, terimalah perbuatan baik mereka dan maafkanlah kesalahan mereka. Inilah sabda dan wasiat Nabi kita yang terakhir dari khutbah beliau di majelis beliau yang terakhir. Maka tentunya kita semua menerima dengan ucapan “sami’na wa atha’na ya Rasulullah saw”.
Rabbi Ya Rahman Ya Rahim, jadikanlah kota Jakarta dan sekitarnya menjadi Serambi Madinah Munawwarah. Kota yang paling banyak mencintai Nabi Muhammad saw, mencintai sunnah Rasulullah, mengikuti sunnah Sang Nabi. Jadikanlah kota ini kota Ahlus sujud, kota ahlul khusyu, kota para pecinta Rasulullah. Yaa Rahman Yaa Rahim Yaa Dzal Jalali wal Ikram, inilah doa kami Rabbi, akan muncul kelak satu generasi sesudah kami yang akan memakmurkan kota Jakarta dan sekitarnya, dan memakmurkan seluruh Barat dan Timur, menjadikan muka bumi ini dihuni para pecinta Nabi Muhammad saw. Rabbi, kami berdoa dan kami ikut serta dalam perjuangan ini. Qobulkanlah ya Rabbi.
No comments:
Post a Comment